Be an Excellent with Morality! :)

Social Icons

Selamat datang di blog milik Anita Rose :)

Featured Posts

Semoga bermanfaat ya rek :)
SEMANGAT UTS!!

1. PPI 1
2. PATOLOGI IKAN
3. MIKROBIOLOGI
4. MAP
5. BPA
6. FISH HANDLING
7. KONSERVASI
8. BIOMOL
9. KARANTINA IKAN


Pemerintah dalam Perspektif Pengembangan Industri Gula Nasional

Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal sekitar 350 ribu ha pada periode 2000-2005, industri gula berbasis tebu merupakan industri yang sangat penting karena komoditi gula termasuk dalam sembilan kebutuhan pokok masyarakat yang permintaannya terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal tersebut dapat terlihat dari total konsumsi gula nasional tahun 2000 konsumsi gula diperkirakan sebesar 3,2 juta ton yang dipenuhi dari produksi dalam negeri sebesar 1,69 juta ton dan impor sebesar 1,5 juta ton. Sementara pada tahun 2004 terjadi peningkatan kebutuhan gula menjadi 3,4 juta ton atau naik sekitar 6,25% yang dipenuhi dari produksi dalam negeri sebesar 2,05 juta ton dan impor sebesar 1,348 juta ton (Wayan, 2005). Dari sumber yang sama diperoleh informasi bahwa produksi dalam negeri pada tahun 2000 sebesar 1,69 juta ton yang diperoleh dari pengolahan tebu dengan luas total area sebesar 340.660 ha. Luas area tanaman tebu ini meningkat sejalan dengan peningkatan produksi gula. Tercatat pada tahun 2004 luas areal tanaman tebu meningkat menjadi seluas 344.000 ha. Berdasarkan data tersebut, peningkatan kebutuhan gula nasional tidak dapat tercukupi hanya dengan penambahan luas lahan. Sampai tahun 2004 kebutuhan gula masyarakat perlu dicukupi dengan jalan impor gula yang diperkirakan rata-rata 1,5 juta ton per tahun. Dengan posisinya yang sangat penting, industri gula memerlukan perubahan dan penyesuaian dalam meningkatkan produktivitasnya. Oleh karenanya perlu pemerhatian khusus oleh pemerintah terhadap sektor produksi gula dimulai dari hulu sampai hilir yang berpengaruh terhadap produksi gula.
Kegiatan produksi di hulu merupakan usaha tani primer, yaitu kegiatan budidaya tanaman tebu yang  sangat bergantung pada kondisi dan luas lahan, iklim, bibit dan teknik budidaya. Potensi lahan untuk tanaman tebu pada tahun 2004 menurut Dewan Gula Indonesia DGI (2006), masing-masing di Pulau Jawa seluas 212.660 ha dan luas lahan di luar Pulau Jawa seluas 132.300 ha belum sepenuhnya dapat mendukung pengadaan gula untuk kebutuhan konsumsi nasional, khususnya pemenuhan gula untuk konsumen masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya produktivitas tebu yang diindikasikan rendahnya tingkat rendemen atau kadar gula, yaitu perbandingan dalam persen antara berat gula yang dihasilkan dengan berat batang tebu per ha. Tercatat bahwa rendemen gula hasil pengolahan pabrik di Pulau Jawa sebesar 7,10%, sementara rendemen gula hasil produksi pabrik di luar Pulau Jawa sebesar 8,66%. Rendemen gula ini relatif rendah jika dibandingkan rendemen gula industri nasional pada tahun 1965 yang mencapai 10,53%, atau rendemen gula pada tahun 1975 yang mencapai 10,64% (Ismail, 2001), bahkan Indonesia dapat mencapai rendemen sebesar 13,8% pada tahun 1963, yaitu pada masa jayanya industri gula (www.ipard.com, Maret 2006). Oleh karena itu perlu adanya peningkatan kapasitas produksi dari budidaya tanaman tebu yang dapat dikembangkan melalui pengoptimalan penggunaan lahan pada daerah-daerah yang memiliki kesesuaian dan perilaku tanaman tebu. Secara teoritis peningkatan kapasitas produksi tanaman tebu juga dapat diperoleh dari pemanfaatan varietas unggul dan pemanfaatan saprodi yang lebih efisien dan efektif serta didukung oleh kemampuan teknologi pada proses budidaya (pengolahan tanah-mekanisasi, proses tebang dan pengangkutan menggunakan mesin pertanian). Sementara itu pada akhir kegiatan hilir, yaitu kegiatan produksi di pabrik gula yang terkendala yaitu rendahnya potensi produktivitas akibat kondisi mesin yang sudah berumur.
Pandangan bahwa Indonesia merupakan Negara swasembada gula pada tahun 1930-an dimana produksi gula mencapai 3 juta ton pertahun dan menduduki rangking dua dunia sesudah Cuba terus diupayakan menjadi Indonesia swasembada gula pada tahun 2014. Puncak kejayaan industri gula pada 1930-an berkaitan erat dengan tingginya produktivitas perkebunan tebu dan banyaknya jumlah pabrik gula yang pada saat itu mencapai 179 pabrik pengolahan dengan produksi tiga juta ton per tahun. Gambaran produksi gula dunia tahun 1930 adalah: India 1,0 juta ton, Philipina 0,9 juta ton, Australia 0,9 juta ton, Brazilia 0,7 juta ton,  Thailand dibawah 0,5 juta ton dan China dibawah 0,5 juta ton pertahun. Akan tetapi, pada tahun 2007  mengalami penurunan drastis : Brazilia  29 juta  ton  ( naik 4000 % ),  India 14 juta  ton  ( naik 1300%) , China 11 juta  ton  ( naik 2100 % ),  Australia  5,5 juta  ton   ( naik 500% ),  Philipina 2,0  juta  ton   ( naik 230 % ),  Thailand 5 juta  ton  ( naik 900% ) dan Indonesia 2,4 juta ton  pertahun  ( turun  20% ).  Setelah mengalami berbagai pasang-surut, industri gula Indonesia sekarang hanya didukung oleh 60 pabrik gula yang aktif yaitu 43 pabrik yang dikelola BUMN dan 17 pabrik yang dikelola oleh swasta (Dewan Gula Indonesia/DGI, 2000). Luas areal tebu yang dikelola pada 1999 adalah sekitar 341.057 hektare yang umumnya ada di Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung dan Sulawesi Selatan. Melihat perkembangan data produksi diatas, tentu saja sangat memprihatinkan jika keadaan tersebut terus berlanjut tanpa adanya penanganan  yang kontinu.
M. Husein Sawit dkk. (2003) dalam tulisannya berjudul penyehatan dan penyelamatan industri gula nasional, menyarankan arah pengembangan industri gula pada program akselerasi peningkatan produksi gula melalui peningkatan efisiensi pabrik dengan cara rehabilitasi atau peningkatan teknologi pabrik, optimalisasi kapasitas giling serta pengurangan jam berhenti giling. Sementara dari konteks pengembangan kelembagaan dianjurkan adanya privatisasi PTPN/BUMN gula menjadi perusahaan terbuka (go public) yang selanjutnya dimungkinkan bagi petani tebu rakyat untuk turut serta dalam kepemilikan saham atas penyebaran modal di perusahaan gula tersebut. Sementara itu, dari sisi budidaya dianjurkan untuk melaksanakan kebijakan on-farm dengan penekanan pada: (i) rehabilitasi tanaman keprasan; (ii) penyediaan bibit bermutu lewat penyelenggaraan kebun bibit; dan (iii) peningkatan mutu budidaya tebu melalui penyediaan dana pengadaan saprodi.
Dalam penelitiannya disebutkan pula bahwa upaya restrukturisasi Industri Gula Nasional (IGN) memerlukan wadah yang berbeda antara pelaku bisnis gula dengan pemerintah. Dalam kasus ini, disarankan dibentuknya dua wadah terpisah, satu merupakan gabungan produsen gula yang terdiri atas asosiasi petani, pabrik gula dan industri pengguna gula. Sementara wadah lainnya khusus untuk pemerintah yang tergabung dalam satu wadah yang beranggotakan lintas departemen: Deptan, Deperindag, Depken, Meneg BUMN. Namun dalam kenyataannya melalui Kepres No. 63 Tahun 2003, tanggal 11 Agustus 2003 telah diputuskan bahwa wadah yang dibentuk adalah satu yaitu Dewan Gula Indonesia (DGI) untuk menampung keinginan pelaku bisnis dan pelaku kebijakan. Selanjutnya untuk mendukung restrukturisasi IGN maka perlu adanya penelitian yang dibawahi oleh kedua wadah tersebut dengan agenda penelitian mencakup dua hal penting yaitu pengkajian perubahan permintaan gula dan penelitian berbagai produk ikatan yang dapat dihasilkan dari pabrik gula.
Rendahnya produksi gula dalam negeri diduga akibat belum mapannya kelembagaan dalam membangun prinsip-prinsip pengembangan gula di dalam negeri, yaitu kebijakan pada unit usaha di hulu yang dapat menopang industri hilir agroindustri gula serta pengendalian gula impor. Beberapa indikator yang dapat dicermati dalam permasalahan gula nasional dapat dilihat dari rata-rata produksi hasil panen tebu rata-rata kurang dari 80 ton/ha atau dengan kisaran rendemen mencapai antara 6%-7%, serta rendahnya produktivitas produksi tebu yang dihasilkan. Di sisi lain bahwa rendahnya produktivitas tersebut akibat dari dukungan infrastruktur yang belum memadai, antara lain ketersediaan varietas unggul dari hasil litbang belum dimanfaatkan secara optimal oleh pihak pengembang (petani), keterbatasan lahan produktif yang sebagian besar diduga pengembangan budidaya tebu pada lahan kering serta rendahnya kinerja kelembagaan pergulaan. Seperti halnya kasus pencapaian swasembada gula (2009) masih terdapat berbagai kendala untuk mencapai target produksi yang diinginkan. Hal ini dapat dilihat dari luas areal tanaman tebu tahun 1999-2004 yang peningkatan luas arealnya masih berada pada angka rata-rata 340ribu ha, selain mengalami pasang surut juga masih didominasi oleh BUMN dimana kemampuan potensi lahan tersebut sebagian besar dikelola oleh petani.
Terkait dengan pengembangan industri gula, Sudi Mardianto dkk. (2005) dalam tulisannya, pengembangan industri gula pada masa akan datang mensyaratkan perlunya kegiatan yang dikemas dalam program jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Dalam hal ini program jangka pendek direncanakan berlangsung dalam kurun waktu 3 tahun ditujukan untuk membangun dan memperbaiki kualitas pabrik gula yang berdomisili di Pulau Jawa. Sasaran perbaikannya berupa memperbaiki kinerja pabrik agar dapat menghasilkan produk gula berdaya saing di pasar internasional, khususnya dari segi kualitas dan harga jual. Sedangkan program jangka menengah direncanakan untuk jangka waktu 10 tahun ditujukan untuk pembangunan pabrik di luar Pulau Jawa yang diprioritaskan pada pemanfaatan  dan pengembangan lahan kering serta menarik minat investor ke daerah melalui penyediaan fasilitas dan pemberian insentif baik insentif pajak maupun bea masuk barang modal dan pengembangan yang dananya diperoleh dari prosentase keuntungan pabrik gula maupun kelompok tani.

Industri gula di beberapa daerah Indonesia dikembangkan dengan dukungan pasokan produksi tanaman tebu yang pengelolaannya dapat ditangani oleh badan usaha milik pemerintah (BUMN), swasta maupun petani. Pada prinsipnya pengembangan dan pengelolaan tanaman tebu dikembangkan oleh Perkebunan Besar Naional (PBN), Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan Perkebunan Rakyat (PR). PBN dikelola langsung oleh BUMN di bawah kendali PTP Nusantara dan PT Rajawali II. Selain itu, PTP Nusantara dan PT Rajawali II juga melakukan kerjasama dengan kelompok tani yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI). Secara khusus, di Pulau Jawa sebagian besar sumber pasokan bahan baku pabrik gula diperoleh melalui kerjasama dengan APTRI, diperkirakan 70% pasokan bahan baku tebu diperoleh dari APTRI dan sisanya berasal dari tanaman perkebunan tebu yang dikelola oleh PTPN. Sementara pengembangan tanaman tebu di luar Pulau Jawa sebagian besar dikelola oleh pihak industri swasta, 90% kebutuhan pasokan tebu diperoleh dari perkebunan yang dikembangkan oleh perusahaan swasta. Sedangkan 10%  adalah produksi tebu yang dikelola oleh pihak PTPN yang bermitra dengan kelompok tani seperti yang dijumpai di PTPN VII.
Dari 62 pabrik gula yang ada di dalam negeri, sebanyak 51 pabrik gula milik BUMN. Pada dasarnya salah satu penyebab rendahnya produktivitas dan tingkat rendemen bukan akibat kualitas tebu petani yang jelek melainkan kondisi  pabrik gula BUMN di Indonesia yang memprihatinkan. Salah satu faktor yang berpengaruh adalah inkonsistensi kebijakan pemerintah dalam memperkuat industri gula di dalam negeri yangmana memungkinkan telah membuat posisi Indonesia berubah dari Negara pengekspor menjadi pengimpor gula. Hal tersebut diungkapkan oleh peneliti ekonomi pertanian yang juga mantan Deputi Pertanian di Bapenas dan Direktur Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian 2000 ‘“ 2003, Agus Pakpahan yang saat ini menjabat Ketua Umum Badan Eksekutif Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (GAPPERINDO).
Agus mengatakan selama ini pemerintah tidak konsisten dalam menerapkan kebijakannya, apakah ingin melindungi industri gula nasional atau memenuhi kebutuhan konsumsi. Terutama saat pemerintah berencana untuk menandatangani letter of intent dengan IMF pada 1998 lalu. Padahal, ada klausul yang menyatakan bahwa pemerintah harus menutup pabrik gula nasional yang tidak efisien. Klausul tersebut memang batal disetujui pemerintah. Tetapi, mentalnya klausul justru karena adanya penolakan dari seluruh pelaku industri gula nasional, bukan karena inisiatif pemerintah untuk melindungi industri gula nasional. "Jika tidak ditolak, maka pemerintah harus menutup seluruh pabrik gula yang ada di Indonesia, karena semuanya tidak ada yang efisien," kata Ekonom Senior Indef di Jakarta baru-baru ini.
Begitu juga dengan Dirut PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Ismed Hasan Putro mengatakan untuk mencapai swasembada gula 2014, kurang lebih memerlukan gula sebanyak 3 jutaan ton untuk gula konsumsi. Produksi Pabrik Gula (PG) BUMN dan swasta saat ini sudah bisa mencapai 2 jutaan ton, sehingga masih membutuhkan sekitar 1 jutaan gula. Selain itu, lanjutnya, kebutuhan lahan tebu mencapai seluas 300.000 sampai 500.000 ha, guna menjamin pasokan bahan baku untuk sejumlah PG, bahkan revitalisasi industri gulapun kini membutuhkan lahan sedikitnya 350.000 hektare, sedangkan aktivitas perluasan lahan tebu yang dilakukan pemerintah hingga dua tahun terakhir ini juga belum terlihat. Berdasarkan  revisi roadmap Kementerian Pertanian menetapkan target swasembada gula pada 2014 turun menjadi 3,1 juta ton dari semula sebesar 5,7 juta ton. Sehingga masih sangat memungkinkan bagi Indonesia untuk terus mengimpor gula.
Perubahan posisi Indonesia dari pengekspor menjadi pengimpor gula, dapat dilihat dari perbedaan jumlah produksi dengan kebutuhan konsumsi gula di dalam negeri.Penurunan produksi gula Indonesia semakin tampak, terutama jika membandingkan produksi gula nasional pada kurun waktu 2008-2011. Produksi gula sebesar 2,6 Juta per tahun pada 2009 masih lebih rendah daripada produksi gula pada 2008 yang mencapai 2,7 juta ton. Begitu juga dengan produksi gula pada 2010 dan 2011, yang jumlahnya terus menurun dan hanya bisa mencapai 2,5 juta ton dan 2,1 juta ton per tahun.
Dengan rendahnya produksi gula nasional mengakibatkan Indonesia dihadapkan pada dua persoalan yakni keharusan memenuhi kebutuhan konsumsi gula dan desakan untuk mencapai swasembada gula yangmana keduanya merupakan target yang harus ditempuh dalam waktu dekat ini. Pada prinsipnya impor menjadi pilihan yang tepat untuk memenuhi konsumsi gula di dalam negeri ketika produktivitas gula nasional rendah. Namun di sisi lain kebijakan impor yang ditetapkan dapat merusak bahkan mematikan industri gula nasional dalam jangka panjang.
Permasalahan yang rumit mengharuskan munculnya langkah-langkah strategis untuk ditempuh dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Kebijakan pemerintah dalam menetapkan tindakan yang seharusnya dilakukan haruslah konsisten dengan pertimbangan tidak merugikan salah satu pihak. Kalau pun harus mengimpor gula, hal tersebut tidak lain untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek. Sehingga peran serta pemerintah  dalam mencetuskan kebijakan-kebijakan terkait industry gula sangat dibutuhkan. Berbagai kebijakan pemerintah seperti kebijakan tata niaga impor dan program akselerasi peningkatan produktivitas berdampak positif dalam meningkatkan kembali produksi gula nasional. Seperti halnya kasus perkembangan produksi gula pada tahun 1999-2004 yang mengalami penurunan, sehingga muncul kebijakan pemerintah yang dapat memberdayakan masyarakat yakni dengan menetapkan sistem bagi hasil yang terbagi atas dua tipe pengelolaan tebu. Pengelolaan pertama pabrik gula (PG) swasta, kebun tebu dikelola dengan menggunakan manajemen perusahaan perkebunan (estate). Tipe pengelolaan kedua adalah pengelolaan pabrik gula milik pemerintah (BUMN) yang terutama berlokasi di Jawa, sebagian besar pasokan tebunya diperoleh dari tanaman tebu yang dikelola oleh rakyat. Dengan demikian, pabrik gula di Jawa umumnya melakukan hubungan kemitraan dengan petani tebu. Pabrik gula lebih berkonsentrasi di pengolahan sedangkan petani sebagai pemasok bahan baku tebu, dengan sistem bagi hasil tersebut petani memperoleh sekitar 60% dari produksi gula sedangkan pabrik gula memperoleh 34%. Dengan demikian kebijakan-kebijakan pemerintah  juga dapat diterapkan dalam pengembangan industri gula nasional sehingga potensi Indonesia menuju swasembada gula semakin meningkat.
Penetapan konsolidasi areal di luar Pulau Jawa bukan merupakan faktor menjanjikan akan tercapainya swasembada gula. Permasalahan intinya terletak pada kuantitas rendemen tanaman tebu yang masih berada dalam tingkat minim serta menurunnya kualitas dari fasilitator pabrik gula yang semakin menghambat produktivitas. Upaya revitalisasi dapat dilakukan dengan inovasi yang dimulai dari tahapan rekayasa di lembaga penelitian dan pengembangan baik untuk penelitian budidaya tanaman ataupun rekayasa mesin-mesin produksi. Seperti halnya teori sistem inovasi Laundry (2000), masih memberi suatu tempat sentral terhadap penelitian sebagai sumber pengetahuan untuk pengembangan atau meningkatkan produk dan proses. Pemerintah dalam hal ini PTPN X sebaiknya memberikan kesempatan bagi para ilmuan untuk menganalisis dan menemukan solusi yang tepat guna memperbaiki kapasitas tanaman tebu sebagai proses awal menuju swasembada gula di tahun-tahun mendatang.

Sumber:
- http://www.tempo.co/read/news/2012/07/21/090418470/Swasembada-Gula-Tidak-Butuh-Perluasan-Lahan
- http://www.jurnas.com/halaman/15/2012-05-22/209762
- http://www.litbang.deptan.go.id/special/komoditas/b4tebu
- http://www.bisnis.com/articles/swasembada-gula-tak-ada-terobosan-sulit-terwujud-2014
- http://ditjenpdn.kemendag.go.id/index.php/public/information/articles-detail/berita/96
- Saut H. Siahaan dkk. 2006. Studi Penguatan Sistem Inovasi Agro Industri Hula Nasional. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Pusat Penelitian  Pengembangan Iptek. Jakarta.

Bukan lautan hanya kolam susu

Kail dan jala cukup menghidupmu


Tiada badai tiada topan kau temui


Ikan dan udang menghampiri dirimu



Orang bilang tanah kita tanah surga


Tongkat kayu dan batu jadi tanaman


Orang bilang tanah kita tanah surga


Tongkat kayu dan batu jadi tanaman

Kalau sudah mendengar lagu yang dinyayikan oleh Koes Plus pastilah bayangan kita adalah Indonesia bak surga dunia yang di dalamnya terdapat berjuta-juta kenikmatan dunia. Dari lautnya yang luas, ribuan spesies ikan tak pernah habis, begitu juga dengan hewan-hewan air lainnya yang menghiasi biru samudra sampai ke penjuru pulau. Dari Sabang sampai Merauke, dari Pulau Miangas sampai ke pulau Rote terbentang kekayaan alam yang tiada tara, hanya bangsa Indonesia-lah yang patut berbangga akan hal itu.

Jika dipikir dengan otak yang masih segar, tentu kita mengetahui bahwa dibalik untaian zamrud khatulistiwa yang membentang nusantara terdapat potensi-potensi yang belum dikeruk oleh bangsa kita, bangsa Indonesia yang tercinta. Potensi itu diantaranya adalah pesona kekayaan alam yang hidup si bawah lautan yang luas, dengan jutaan organisme rupa-rupa warnanya melayang-layang terseret deburan ombak tenggelam bersama koral. Suatu kenyataan yang harus diterima oleh bangsa Indonesia bahwa Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang pantai Indonesia mencapai 95.181 km dengan luas wilayah laut 5,8 juta km2, mendominasi total luas territorial Indonesia sebesar 7,7 juta km2. Potensi tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki keanekaragaman hayati dan non hayati kelautan terbesar di dunia.

Sebagai bangsa yang cinta alam, marilah kita berupaya untuk melestarikan kenikmatan yang telah Tuhan berikan pada kita dengan tidak merusak apapun yang telah diciptakanNya begitu indah. Sebagai seorang perikanan tentu punya kewajiban yang benar-benar harus dilakukan demi memaslahatkan kelestarian lautan Indonesia dengan mengembangkan potensi-potensi yang terkandung di dalamnya. Namun pemanfaatan tersebut tentu saja tidak boleh luput dari keberingasan nafsu yang serta-merta ingin menguasai kekayaan laut yang berakibat eksploitasi berlebihan dengan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Seandainya ikan di laut bisa berkata, maka ia pasti sudah memberontak dan melakukan demo di depan DPR. Masya Allah..




Aku,
Terjatuh,
Tersungkur,
Terguling-guling di tanah, sampai ke dasar yang paling dalam..

Aku,
Begitu rapuh,
Begitu lemah, lelah dan tak berdaya,,

Aku,
Mencoba meraih seberkas bintang di langit,
Menggapai-gapai ke angkasa,
Berharap satu-persatu dapat kugenggam erat milikMu,

Aku,
Bahkan aku tak mampu menumpu tubuh ini,
Terpuruk akan dosa-dosa yang laknat,
Tersudut di kegelapan malam suram,
Meratap di pangkuan langit mendung..

Ohh semesta alam,
Sudilah engkau kiranya menjadi saksi kekalahanku,
Aku lelah, Aku gagal, dan aku mati tanpa kehadiranmu,
Aku sendiri terpojok di tengah rumitnya hidup ini,
Tak bisakah engkau tunjukkan segaris kilaumu yang membahana bumi pertiwi,
Sejenak tubuhku bergetar,
Awan hitam menatapku penuh tajam,
Hati kecilku bergejolak, berteriak
Aku belum menyerah!!!
Aku belum kalah!!!
Aku harus bisa!!!

Sampai mati jiwa ini kan membara,
Membakar setiap luka yang menyayat,
Melepas beban menggenggam angan,
Bersatu meraih kebanggaan.

Dewasa ini, yang namanya belajar SKS (Sistem Kebut Semalam) emang lagi trend. Banyak diantara mahasiswa yang menerapkannya, apalagi disaat musim UTS seperti sekarang ini. Hmm, paling tidak SKS masih lebih baik baginya dari pada tidak belajar sama sekali walaupun cuman ngintip slide ppt ataupun handout. Di zaman yang serba modern ini yang namanya handout uda gak trend lagi, yang ada adalah belajar di depan laptopsambil diiringi musik, dan sekali-kali bales komen di facebook atau posting di timeline. hahaha Kalo aku sih, lebih suka pegang handout terus pasang headseat, rebahan di kasur sambil dengerin lagu galau, daaaaaan alhasil ketiduran, besoknya kelagapan ngehafalin lembaran slide yang bejibun -_-  parah!

Eit, tapi tunggu dulu...
jangan dikira aku ga bisa ngerjakan soal ujian loh yaa..
Justru SKS yang aku terapin membuahkan hasil, yaa lumayan lah bisa ngejawab soal-soal yang diujikan walaupun beberapa kata (soal essay), atau cukup lah 'bonda-bandi' memilih abjad yang paling aku suka :D
Ohh, don't try it at home ya nak..

Siangnya, sepulang dari berperang dengan soal UTS aku gak langsung pulang. Kalaupun pulang aku harus merebahkan tubuh dulu biar energiku terkumpul lagi, dan siap untuk SKS lagi. wakakakakakk..

Tapi, yang jadi masalah adalah..
Bagaimanapun, SKS itu bukan cara yang paling ampuh buat menangin soal UTS!
Aku tau itu, tapi ini TUNTUTAN!
Biarpun kurang maksimal tapi ini sebuah usaha yang harus aku lakukan. Mahasiswa mana yang menginginkan nilai ujiannya jatuh hanya karena gak belajar semalam? bahkan masih banyak mereka yang kebingungan karena belum punya materi.
So, gak ada kata terlambat cuy..
SKS ataupun enggak, yang penting tunjukkan usahamu kawan, jangan biarkan nilai E mewarnai hasil belajarmu. KEEP SPIRIT GUYS, SEMANGKAAAAA :D

GO GO UTS! Good Luck..

Jika hobi yang menjadikanmu sering bereksistensi di muka umum membuatmu merasa bangga, kenapa tidak?

Bukan karena tuntutan profesi, tapi sekali lagi hanya karena hobi dan kebiasaan yang menjadikannya suatu kegiatan yang harus dilakukan dan tanpanya akan mengurangi keefektifan yang ada dalam keseharian.

Seperti yang aku alami, aku punya kegiatan rutin yang harus aku jalani dan tidak semudah melayangkannya di udara kemudian aku tinggalkan dengan urusan lain. Aku punya otoritas, tapi selayaknya petinggi negara akupun punya kewajiban melaksanakan tugasku sebagai pembimbing belajar bagi muridku.

Setiap malam, bahkan hingga larut malam-pun mereka masih setia menunggu kedatanganku walau letih. Jika aku harus terpaksa meninggalkan waktuku dengannya, tentu saja aku merasa sedih. Bagaimana mungkin aku bisa membiarkan mereka terpuruk oleh soal-soal yang diberikan gurunya di sekolah, sedangkan aku sebagai pembimbing mereka masih harus bergelut dengan segala urusan yang menghambat pertemuanku. Tapi aku sadar, mereka pasti memahami dan mau memaafkan keabsenanku,

Ruwetnya perkuliahan dan berorganisasi juga seringkali membatasiku untuk bertukar pikir dengan mereka. Seringkali aku putuskan untuk memaju-mundurkan waktu belajar hanya untuk memenuhi urusanku, urusan pribadiku..

Sebagai seorang yang profesional, tentu semua itu ukan menjadi suatu masalah yang rumit. Justru bernagkat dari sanalah kita bisa mengetahui bagaimana dan mengapa manajemen waktu itu sangat diperlukan. Bahkan penghasilan yang aku terima di setiap bulannya pun tak mampu menggantikan senyumku karena kebahagiaan mereka yang telah berhasil memahami materi atau ketika mendapat nilai yang bagus saat ulangan. Benar-benar istimewa..

Kalau seluruh eksistensimu itu mampu membuatmu semakin berpikir kedepan, why not? Lanjutkan!


#galeri foto: AKU dan MURIDku..
 





 


"Kemana kuharus melangkah, jejakmu samar-samar kuikuti...."

"Terus melangkah melupakanmu, lelah hati perhatikan sikapmu.."

"Bukalah-bukalah semangat baru.. bukalah semangat baru..!!!!"

....dan ketika aku terlalu sibuk dengan semua urusan perkuliahan, serta seringkali stres yang menghantui hari-hari kelamku. Hingga aku baru menyadari betapa aku telah melupakan September yang seharusnya indah penuh warna....

Maaf, maaf..
Beribu-ribu maaf untukmu Septemberku,
Tidak seharusnya aku membiarkanmu kosong tanpa jejak langkahku, walaupun itu pahit..

"Mungkinkah kita kan slalu bersama walau terbentang jarak antara kita..."

Benar sekali, aku tak yakin engkau mau memaafkan daku yang telah menyia-nyiakanmu? :(

Tuhan, jikalau Engkau mendengar jeritanku ini, maka sejak itulah aku lantunkan permohonan maaf untuk bulan SeptemberMu yang cantik itu, izinkan aku berjumpa dengannya disaat aku terlalu siap untuk membuatnya bahagia.

Aku janji, jika Engkau sudi memberikanku waktu untuk bercengkrama dengannya maka akan kuutarakan segala rasa yang tengah terpendam dalam dada setelah sekian lama terkubur oleh kesibukan yang melesat jauh membawaku pergi tanpamu.

Tuhan, sejak aku panjatkan doa ini maka sejak itulah aku benar-benar merasa kehilangan sebagian dari kuasaMu. Takkan berartinya hidup ini jika satu diantara duabelas bulanMu tidak menampakkan wajah berbalut senyumnya..

Tuhan, untuk kesekian kalinya air mata ini berderai tanpa batas di hadapanMu..
Mencoba menggenggam setiap kata yang terucapkan oleh kedua bibir ini, melantunkan sepucuk doa berharap satu persatu harapan itu tersampaikan kepadaMu, sehingga dengan mudah Engkau kabulkan dan aku menikmatinya..

Tuhan, saat ini aku sendiri tanpa SeptemberMu,.
Aku terlalu lelah untuk terus menorehkan kata-kata kemudian merangkainya menjadi barisan doaku untukMu,.
Aku mulai merasa lelah, sangat lelah dan ingin segera menutup hari rabuku, dan aku baru menyadari bahwa ini sudah hari kamis, dan kamis pun adalah milikMu.. Subhanallah, aku belum beristirahat sedangkan aku belum puas menengadah di hadapanmu ya Allah..

Kumohon, biarkan aku merindukan September serta bulan-bulan suciMu ya Allah..
serta izinkan aku merebahkan tubuh ini menuju hari esok yang lebih indah, Amiin..