Be an Excellent with Morality! :): Look at ‘ur future, it’s NOT ABOUT DREAMS!

Social Icons



SINOPSIS
Mimpi merupakan sesuatu yang diinginkan, sesuatu yang membahagiakan jika kita berhasil menggapainya. Mulai detik ini Karin menuliskan sederet mimpinya pada selembar kertas yang sepuluh tahun kemudian akan menjadi saksi bisu perjalanan karirnya. Mimpi untuk menikmati hangatnya bangku kuliah dengan mendapatkan beasiswa bukan hanya sekedar angan-angan. Kini ia merasakan indahnya kuliah dan akan terus mewujudkan ratusan target mimpi berikutnya.




PROLOG
“Arrrrrrrrrrrghh, tidaaaak...!!” suara jeritan seorang gadis yang terbangun dari mimpi buruknya di tengah malam. Entah apa yang dimimpikan olehnya hingga jeritannya membangunkan semua makhluk yang tengah melukis mimpi di alam tidurnya. Seketika itu juga dia lari ke kamar mandi dan membasuh wajahnya dengan air seakan-akan air adalah satu-satunya alternatif yang bisa memberikan ketenangan baginya. Selang beberapa menit gadis tersebut kembali ke kamar tidurnya dan merebahkan tubuhnya disana. Sampai akhirnya dia pun tertidur .

-------------------------------++++++++------------------------------

Sinar rembulan sudah tidak tampak dan tergantikan oleh sinar hangat matahari yang menerobos masuk kedalam jendela kamar tidur. Suara ayam berkokok bersahut-sahutan, tetes embun udara pagi yang segar senantiasa menambah keindahan suasana di pagi hari. Langit pun menampakkan senyum manisnya seakan-akan sedang memberikan semangat untuk mengawali hari.
            Pagi itu,  gadis dengan wajah tak berdosa terbangun dari tidur sementaranya . kelopak matanya mulai mengintip dunia dan melirik jam dinding yang terpasang tepat di atas kepalanya. Seketika matanya terbuka lebar melihat jarum jam yang menun jukkan pukul setengah tujuh. “OMG..mampus aku!!!” teriaknya sambil berlari ke kamar mandi. Dan mulai saat itu dia telah memecahkan rekor baru yaitu mandi tercepat se-dunia hanya dengan waktu satu menit. “Kariiiiiiiiin.....?? kamu kenapa sayaaang???” tanya mama gadis yang bernama Karin tersebut. Bagaimana tidak heran melihat anak gadisnya yang sehari-hari bersikap lemah lembut menjadi keteteran seperti setan berlarian tanpa busana dan berteriak heboh. “Aduuuh maaa, jangan banyak tanya deh. Ini Karin lagi ngebut”, jawabnya tegopoh-gopoh sambil membawa buku-buku pelajaran yang belum ia tata.
            “Maaa, Karin berangkat, gak usah diantar. Karin bisa bawa motor sendiri”,  teriaknya dari dalam garasi. Celotehan mamanya tak dihiraukan dan langsung saja meluncur dengan motor maticnya menuju ke sekolah tercinta.
Di sekolah,
            “Selamat pagi anak-anak, seperti yang sudah kita sepakati bahwa hari ini adalah hari terakhir pengumpulan tugas makalah kimia. Untuk itu saya mohon tugas tersebut dikumpulkan sekarang  juga di depan. Apabila diantara kalian ada yang tidak menepati maka sudah sepantasnya mereka mendapatkan sanksi seperti yang sudah kita sepakati minggu lalu. Kalian mengerti?”, terang Pak Amin. “Menger..tii.., Pak”, jawab seorang murid yang terlihat gugup setelah mendengar penjelasan tadi. “Sinta, kenapa kamu kelihatan sangat gugup? Makalah kelompokmu sudah beres kan?”, tanya Pak Amin.  “Mm, anu Pak.. Makalah saya.. Ehh..Makalah saya..”, pikiran Sinta hanya tertuju pada sahabatnya, Karin yang belum juga muncul di dalam ruangan kelas. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh lebih seperempat, namun Karin masih belum kelihatan batang hidungnya. Padahal hanya dia=lah satu-satunya malaikat penolongnya dari semburan pertanyaan Pak Amin.
Di jalan raya,
            “Ya Tuhaaaaan, apalagi coba yang harus aku hadapin??? Udah bangun siang, macet di jalan. Eh, ini sekarang ban bocor. Sial..Sial!”, celoteh Karin yang sudah sepuluh menit menunggu si tukang tambal ban yang sedang membetulkan ban motor bututnya. “tiit..tiiit..tiiit..”
“Rin, kamu bener-bener gila! Kalo mau bercanda jangan sekarang bego’. Ini Si Killer lagi melototin Sinta. Kasian dia. Kamu cepetan masuk kelas deh”
                                                                                                From: Fila
                                                                                                14/02/2011
SMS masuk dari Fila, teman sebangku Sinta yang juga satu kelompok dengan Karin. Betapa sedih muka Karin setelah membaca sepucuk SMS dari temannya yang sedang terancam punah. Eh, terancam hukuman dari guru kimia yang terkenal killer.
Di sekolah,
            “Sinta.. Kalau ditanya itu dijawab! Kenapa kamu gugup? Mana makalah kelopmpokmu? Sudahkah kamu kumpulkan di depan?”. Sinta tak mampu menatap bola mata gurunya, sehingga ia hanya bisa menundukkan kepalanya dan menahan kepedihan yang teramat sangat dalam. Bagaimanapun juga, meskipun Karin dan kelompoknya sering kena omelan dan hukuman dari Pak Amin, tapi mereka tak pernah jera. Bahkan mereka merasa ketagihan dan menganggap bahwa tanpa hukuman pelajaran kimia tidak menyenangkan. Justru dengan hukuman mereka bisa lebih bersemangat dalam mengikuti pelajaran di kelas.
            “Benar-benar kelompok yang memalukan. Sudah berapa kali saya bilang kalau tiap ada tugas,  kelompoknya harus ganti! Dan kenapa sekarang masih saja sama? Anaknya ya itu-itu saja! Bosan saya!”.
Di tempat tambal ban,
            “Bang, masih lama apa gak Bang? Nyawa saya lagi terancam ini Bang”, gerutu Karin. “Oh, sebentar lagi neng. Paling ya sepuluh menitan lagi. Sabar yaa? Soalnya ban neng ini bocornya banyak, ada lima lubang neng”. Celoteh si tukang tambal ban. “Haaah??? Lima ,Bang??”, sahut Karin dengan mata melotot pertanda kaget setengah hidup. Benar-benar hari yang paling menyedihkan bagi Karin. Sepertinya dia juga akan menyanggah gelar rekor orang ter-apes di dunia dan mendapat rekor Musium Rekor Dunia dan masuk di televisi-televisi di berbagai penjuru dunia. Sehingga dia tak perlu susah-susah cari duit ikutan audisi selebritis di ibu kota  ataupun harus bersedih-sedih menanggung ocehan dan hukuman dari Pak Amin bersama teman-temannya itu.
            “Neng, ini bannya udah ditambal semua. Tapi aye kagak tau ini ban bisa bertahan sampek di sekolah neng apa enggak”. Jelas si tukang tambal ban. “ Hadu Bang, gimana kalo tiba-tiba di jalan bannya bocor lagi, Bang? Bisa-bisa digantung sama guru saya, Bang??”, sahut Karin dengan wajah merah padam bak monster yang siap menelan si tukan tambal ban. “Yasudahlah Bang, yang penting sekarang bannya udah gak bocor lagi. Doain ye moga gak ada apa-apa di jalan. Selamat sampe tujuan. Amiiin”, celotehnya sambil berlalu meninggalkan si tukang tambal ban.
Di sekolah,
            “Sudah-sudah! Saya tidak mau mendengar alasan apapun dari kalian. Bisa-bisa saya mati berdiri kalau terus-terusan berdebat dengan kalian!”. Cemooh dari Pak Amin sangat menghujam jantung Sinta, Fila, dan kawan-kawannya. Bagaikan disambar halilintar dan disiram air hujan kata-kata Beliau. Sampai-sampai Fila jatuh pingsan mendengarnya.

----------++++++++-----------

            “Pagii, Pak..hehe”, sapa Karin ke seluruh penjuru kelas dengan senyum lebar di bibirnya langsung masuk dan duduk santai di bangku kesayangannya. Semua mata tertuju pada wajah innocentnya. “Apa-apaan kamu ini??? Sudah datang terlambat, main masuk kelas seenaknya saja! Dimana sopan santunmu, Karin??”, seru Pak Amin yang emosinya lagi di ubun-ubun mau meledak. Sedetik saja Beliau bergerak, pasti bom nuklir yang sedari tadi menempel di tubuhnya akan meledak menghancurkan seisi sekolah.
            “Ehh, anuu Pak.. tadi pagi saya bangun kesiangan, trus macet, trus..”, tutur Karin di depan gurunya. “Trus apalagi? Sudah cukup, seribu alasan apapun yang kamu katakan saya sudah tidak peduli denganmu. Sekarang keluarkan tugas kelompokmu!”. Segera ia menarik tas selempang yang masih melekat di tubuhnya dan mengeluarkan sekumpulan kertas yang menjadikan hari indahnya musnah. Padahal hari itu Karin berencana pergi bareng Ichank, cowok basket yang super duper keren di sekolah. Kalau pagi hari saja sudah sial, bagaimana dengan siang dan malamnya? OMG.
            Kantin sekolah mulai ramai dipadati oleh segerombolan murid-murid. Sebagian dari mereka memesan makanan, dan ada yang  ngobrol dengan teman. Ada juga yang hanya menonton orang makan. 3 orang cewek sedang asyik nggossip di meja kantin, tanpa Karin. Mungkin mereka kehilangan jejak Karin yang tiba-tiba hilang dari kelas sejak berakhirnya pelajaran kimia.
“Karin?”. Seorang cowok tinggi setengah chinese menghampiri Karin yang lagi ngelamun  sendirian di gazebo. Tatapan matanya sangat tajam membuyarkan lamunan. Kemudian duduk di samping Karin yang masih saja diam. “Karin, aku kesini mau ngomongin masalah yang pernah kita bicarakan Jumat lalu”. Jelas cowok itu. “Oh, yang masalah beasiswa itu? Aku udah dapet infonya dari kak Dimas. Katanya kita tinggal nunggu tanggal pendaftarannya”, jawab Karin tersenyum. Seketika wajah cowok itu langsung ceria, senyum semangatnya tergambar jelas membuat kedua matanya semakin sipit seperti chinese. Memang mereka tengah berusaha keras untuk mendapatkan beasiswa kuliah di perguruan tinggi negeri, menjadi seorang anak yang membanggakan orang tua tanpa harus membebaninya. Benar-benar cita-cita yang sangat mulia.
---------+++++++-----------
            Tiga bulan kedepan adalah hari-hari yang sangat menentukan bagi siswa SMA yang sedang duduk di kelas XII. Hidup dan mati semua siswa kelas duabelas akan dipertaruhkan hanya dalam waktu 4 hari. Apapun dan bagaimanapun kondisinya, pasti ada konsekuensinya. Baik buruk, mampu atau tidaknya mereka dalam menyelesaikan butir-butir soal perlu dibuktikan dengan hasil yang optimal sehingga menghasilkan suatu prestasi yang patut dibanggakan. Jika beberapa bulan yang lalu Karin adalah sesosok gadis yang tidak mempunyai pandangan hidup, kini dia merupakan gadis dengan berjuta-juta keinginan yang satu persatu akan mulai ia wujudkan. Dia mulai menuliskan impian-impiannya pada selembar kertas, yang mungkin sepuluh tahun kedepan merupakan kertas kusam yang tak berarti, kertas yang bertuliskan angan-angan  selama ia masi duduk di bangku SMA. Kertas tersebut akan menjadi saksi bisu perjalanan karir Karin yang mengantarkannya pada kesuksesan. Yang menjadikan hidupnya lebih berarti bagi dirinya dan juga orang lain.Semoga saja itu bukanlah suatu perjanjian hitam di atas putih yang tak pernah tersentuh.

“Karin, trnyta beasiswa-nya uda bs diakses minggu dpn. Ak sng bgt Rin J
from: Rian
15/02/2011

            SMS itu semakin membangkitkan semangat belajar Karin. Dengan begitu ia dapat mempersiapkan berkas-berkas yang dijadikan persyaratan dalam mengajukan beasiswa tersebut. Berbagai cara ia tempuh supaya mendapatkannya. Berbeda dengan teman-temannya, Karin termasuk siswa yang cukup pandai di kelas. Dia juga termasuk siswa yang aktif berorganisasi, berjiwa sosial tinggi meskipun berasal dari keluarga yang kurang berkecukupan. Baginya, keadaan ekonomi yang kurang bukanlah alasan untuk tidak dapat menuntut ilmu. Dengan beasiswa, dia bisa mengasah ilmu di bangku kuliah. Bukan dari kalangan orang ber-duit saja yang bisa kuliah, tetapi orang miskin pun bisa asalkan dia mempunyai niat yang sungguh-sungguh.
            Bukan hanya itu, Karin bersikeras untuk berusaha mendapatkan nilai UN terbaik di sekolah. Banyak cara yang dilakukannya. Karin mulai membentuk kelompok belajar dengan teman-temannya, menjadi guru bagi temannya, bahkan menjadi motivator bagi mereka.
            “Kariiin...”, panggil Sinta yang melihat Karin keluar dari ruang BK. “Gimana beasiswanya? Uda lengkap berkas-berkasnya?”. Senyum dari bibir Karin pertanda ia sudah melengkapi semua persyaratan tersebut. Semoga usaha Karin selama ini membuahkan hasil yang baik.


TIGA BULAN KEMUDIAN...
            Suasana di sekolah gaduh, seluruh siswa kelas duabelas berkumpul jadi satu di depan papan pengumuman. Mereka sibuk mencari nama di daftar kelulusan. Hampir semuanya tertawa meluapkan kegembiraan yang menyelimutinya, bahkan ada beberapa siswa sampai jatuh pingsan karena saking bahagianya. Para wali murid datang satu persatu menghampiri anak mereka yang telah berhasil menempuh UN. Bagi Karin, yang terpenting dia bisa memberikan yang terbaik bagi dirinya dan sekolah. Dia telah membuktikan pada semua bahwa dia mampu menjadi siswa dengan nilai UN terbaik di sekolah. Semua guru kagum padanya. Hanya saja dia masih belum puas dengan apa yang telah ia dapatkan. Sederet impian yang tertulis di selembar kertas terus menantinya.
            Menunggu adalah hal yang paling membosankan. Dulu, sebelum pengumuman UN, Karin terbiasa mengisi waktunya dengan belajar untuk persiapan SNMPTN. Setelahnya, dia mengisi waktunya untuk berbagi ilmu dengan adik-adik sekolah dasar yang ingin menambah ilmu darinya. Hal itu semakin membuatnya bersemangat dalam mencapai cita-citanya. Sejak kecil Karin ingin menjadi seorang guru. Baginya guru adalah sesosok pahlawan yang mulia, Beliau rela memberikan sebagian ilmunya demi mencerdaskan anak didiknya, meluangkan waktu bersama mereka, dan berbagi pengalaman bersamanya.
            Hari-hari Karin mulai berwarna ketika dia sudah mulai bisa menghasilkan uang dari berbagi ilmu dengan anak sekolah dasar di kampungnya. Walaupun tidak sebesar gaji PNS, namun rasa bangga tersirat dalam batinnya. Tentu saja sangat bahagia apabila seorang anak bisa memberikan yang terbaik kepada kedua orang tuanya, namun jika tidak didasari dengan keikhlasan akan sama saja dengan bekerja tanpa hasil. Maka dari itu, apapun pekerjaan yang sedang dijalankan seseorang haruslah dilakukan dengan ikhlas.
            Satu bulan setelah SNMPTN, berita gembira menghampiri Karin. Dia berhasil mendapatkan beasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri favorit. Sungguh prestasi yang gemilang. Teman-teman Karin ikut merasakan bahagia, beberapa dari mereka meluangkan waktu untuk berkunjung ke rumah Karin dan mengucapkan selamat atas prestasi yang membanggakan itu. Tak terasa air mata bahagia pun terurai dari kedua matanya, melukiskan suasana penuh haru mengingat tiap detik atas perjuangannya. Saat itu adalah moment  paling berharga bagi Karin, di rumah bersama keluarga tercinta. MY LIFE IS THE BEST STORY EVER J


EPILOG
Hari itu Karin telah berhasil meraih satu mimpi yang ia tuliskan pada selembar kertas yang tertempel di dinding kamarnya. Mungkin suatu saat nanti ia bisa membuktikan semua mimpinya sehingga tulisan-tulisan tersebut hanyalah lembaran kertas kusam penuh debu yang mempunyai banyak arti.

0 komentar:

Posting Komentar